Oleh: Yayopriyo Wibowo
PT Bank Central Asia Tbk
“To win in the marketplace, you must first win in the workplace” , quotes dari Doug Conant ini
sangat relevan dengan gerakan digital yang dilakukan hampir di semua perbankan Indonesia.
Semua bank berlomba untuk “win in the marketplace” di masa pandemi ini, yaitu dengan menjadi
bank yang paling digital untuk nasabahnya. Selain karena digital disruption yang sudah mulai
mendorong digitalisasi di Indonesia di tahun 2018, ditambah lagi kondisi pandemi Covid-19 saat ini
yang membuat orang terbatas mobilitasnya. Namun, kelanjutan kalimat dari quote tersebut “…,
you must first win in the workplace” acapkali tidak menjadi perhatian khusus, terlalu fokus pada
customer first dan kepentingan bisnis, sehingga melupakan proses digital di internal bank itu
sendiri.
2 Menurut penelitian dari Deloitte India , lebih dari 60% responden mengatakan bahwa
karyawan perusahaannya dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah terkait pelanggan
dengan cara non-tradisional karena adanya disruption teknologi dan pandemic covid-19. Hal ini
disebabkan karena bergesernya kebiasaan pelanggan yang ingin dilayani secara digital dan
cepat.
Untuk bank digital maupun neo-conventional bank di Indonesia, operasional digital di
internal menjadi opsi kedua setelah pengembangan produk digital ke nasabah. Sehingga habit
digital nasabah seringkali tidak seirama dengan habit digital dari karyawan bank itu sendiri.
Sebagian proses tradisional di internal bank masih menjadi solusi untuk menyelesaikan layanan
digital ke nasabah.
Mendorong digitalisasi di perbankan bukan hanya berbicara tentang technology saja,
melainkan harus melibatkan people dan process. Sinergi people, technology, process menjadi
dasar dalam membentuk digital mindset, digital ecosystem, dan digital culture untuk mewujudkan
perbankan Indonesia yang siap digital secara menyeluruh dan siap menghadapi bisnis digital yang
makin tumbuh secara eksponensial.
