Jakarta–Badan Anggaran DPR akhirnya menyepakati besaran subsidi listrik di RAPBN-Perubahan menjadi Rp103,82 triliun atau lebih rendah dari usulan pemerintah yang sebesar Rp107,14 triliun. Angka tersebut turun Rp3,3 triliun dari pengajuan awal pemerintah dalam RAPBN-P 2014 yang mencapai Rp107,1 triliun.
Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, sebelumnya pemerintah telah memperkirakan penghematan sebesar Rp10 triliun dalam alokasi subsidi listrik. Namun, karena kebutuhan rasio bayar hutang oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) maka besaran tersebut disepakati pada angka tersebut.
“Awalnya memang subsidi (listrik) yang diajukan di RAPBN-P 2014 sebesar Rp 107 triliun, agar dihemat Rp10 triliun menjadi Rp97 triliun. Tetapi, karena PLN membutuhkan rasio kemampuan membayar utang, akhirnya menjadi Rp103 triliun,” ujar Bambang di Gedung Parlemen Jakarta, Jumat, 13 Juni 2014.
Lebih lanjut Bambang menngungkapkan, bahwa kenaikan anggaran subsidi listrik menjadi Rp103,8 triliun sudah memperhitungkan perubahan asumsi nilai tukar rupiah yang di APBN 2014 ditetapkan Rp10.500 per USD menjadi Rp11.600 per USD di RAPBN-P 2014.
Menurutnya, besaran angka subsidi listrik tersebut telah memperhitungkan kenaikan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang diubah dari Rp 10.500 per dolar AS menjadi Rp11.600 per dolar AS, dimana sebelumnya nilai tukar rupiah di RAPBN-P diusulkan Rp11.700 per USD.
“Selain itu kan juga sudah memperhitungkan penghematan kenaikan tarif tenaga listrik,” tukas Bambang.
Sebagai informasi, pemerintah dalam APBN 2014 memperhitungkan besaran subsidi listrik akan mencapai besaran Rp71,4 triliun. Adanya pergeseran beberapa indikator APBN 2014 didalam perjalanannya, telah membuat alokasi anggaran untuk subsidi listri naik hingga besaran Rp107,1 triliun.