Secara mengejutkan Presiden Republik Indonesia (RI), Susilo Bambang Yudhoyono, mengirimkan nama Agus Martowardojo, Menteri Keuangan RI (Kemenkeu RI), sebagai calon tunggal Gubernur Bank Indonesia (Gubernur BI).
Agus Marto dicalonkan untuk menggantikan Darmin Nasution yang habis masa jabatannya per Mei 2013 ini. Mengapa harus Agus Marto yang menjadi BI-1 ketika pengawasan BI berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sangat ketat menjaga fiskal dari Lapangan Banteng?
Ada empat hal mengapa presiden mencalonkan Agus Marto. Pertama, ia dinilai punya pengalaman cukup panjang dalam bidang keuangan dan perbankan.
Kedua, ia dinilai berhasil mengawasi fiskal. Hal itu terbukti dari rendahnya defisit anggaran. Selain itu, ia dinilai punya pemahaman baik di sektor riil. Di bawah komando Agus Marto, diharapkan BI dalam kebijakannya di sektor moneter akan lebih berhubungan dengan kebijakan di sektor fiskal dan sektor riil.
Ketiga, selama ini Agus Marto dinilai mampu bekerja sama dengan baik dengan pihak di luar Kemenkeu RI, termasuk dengan anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), yaitu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), OJK, dan BI.
Bahkan, tidak hanya itu, Agus Marto juga punya hubungan baik dengan negara-negara mitra G-20 dan lembaga internasional, seperti International Monetary Fund (IMF). Hubungan ini penting di tengah gejolak ekonomi global. Keempat, Agus terbukti selama ini memiliki profesionalisme, kredibilitas, dan integritas yang mumpuni.
Pencalonan Agus Marto menjadi BI-1 bukanlah yang pertama. Pada 2008 Agus Marto juga pernah dicalonkan sebagai Gubernur BI, tapi ketika itu digagalkan DPR. Kegagalan itu tidak menyurutkan presiden kali ini dan tetap menjagokan Agus Marto untuk maju menjadi BI-1. Saat itu Agus Marto adalah Direktur Utama Bank Mandiri. Tentu tidak seperti sekarang yang menjadi Menkeu RI.
Sejatinya alasan yang dikemukan presiden lewat staf khusus bidang ekonomi, Firmanzah, itu tidak ada yang membantah. Namun, di kalangan bankir ada yang menyebutkan kehadiran Agus Marto sedikit terlambat karena banyak yang menilai Agus Marto lebih cocok untuk pengawasan perbankan dan sektor keuangan (OJK). Di lain sisi, BI sekarang lebih banyak menangani bidang makroprudensial, tidak ke pihak pengawasan dan pembinaan perbankan.
Kendati demikian, kalangan perbankan menyambut baik kehadiran Agus Marto. Ibarat menyambut kawan lama yang kembali. Hanya saja memang tantangan BI sekarang ini sudah berbeda pascapembentukan OJK. Tantangannya itu antara lain, BI harus tetap bisa menjaga keseimbangan antara sektor moneter dan fiskal serta menjaga keseimbangan BI setelah terjadi perubahan pengawasan bank ke OJK—yang hanya makroprundensial.
Tidak hanya itu, situasi sekarang ini membuat BI harus tetap bisa menjalin koordinasi dengan lembaga-lembaga yang tergabung dalam FKSSK bersama dengan Kemenku RI, LPS, dan OJK. Selain itu, bagaimana BI bisa tetap independen terhadap lembaga lain. Saat ini BI memang sudah independen terhadap pemerintah, tapi masih diragukan keindependenannya dengan DPR.
Agus Marto juga masih akan menghadapi tantangan di internal karyawan BI yang menilai Agus telah memuluskan OJK yang menyebabkan BI kehilangan “taji” di industri perbankan.
Ada bisik-bisik di kalangan perbankan, mengapa presiden mengirimkan nama Agus Marto sebagai Gubernur BI? Padahal, Agus Marto berhasil menjaga defisit fiskal? Apakah presiden memang tidak mau usulannya ditolak kembali oleh DPR atau memang presiden mempunyai calon lain untuk menjadi Menkeu yang mudah disetel?
Selama ini Agus Marto sangat disiplin menjaga anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), baik dari intervensi DPR maupun yang lain. Pendek kata, Agus Marto yang benar-benar memegang asas kehati-hatian dan setiap sen keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan.
Pertanyaan selanjutnya, posisi Menkeu RI saat ini jauh lebih mentereng dibandingkan dengan Gubernur BI pascapengawasan berpindah ke OJK. Namun, mengapa Agus Marto diberi gift yang kurang memadai? Apakah ini ada kaitannya dengan proyek-proyek megabesar yang dihambat Agus Marto? Apakah presiden mempunyai agenda lain untuk posisi keuangan?
Nama-nama pengganti Agus Marto sebagai Menkeu RI sudah beredar, seperti Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan), Anny Ratnawati (Wakil Menkeu RI), dan tentunya Darmin Nasution (Gubernur BI).
Peluang Agus Marto untuk menjadi BI-1 sangat besar. Selain calon tunggal, DPR tentu akan memuluskan jalan dia sebab DPR tidak dibuat pusing dalam menyusun anggaran yang ada tanda bintangnya (rawan negosiasi) dengan Menkeu RI baru. Jika DPR tidak menerima Agus Marto sebagai Gubernur BI, Agus Marto masih tetap layak menjaga fiskal dengan hemat dengan menjaga defisit dengan baik.
Semoga DPR tidak akan mempermalukan calon Gubernur BI seperti masa lalu. Bila DPR mengembalikan namanya seperti 2008, presiden tetap menjaga Agus Marto menjadi Menkeu RI sampai dengan akhir 2014. Sebab, Agus Marto adalah salah satu sosok bankir karier yang punya integritas sangat baik di tengah pudarnya nilai-nilai kehidupan dalam menjalankan pemerintahan.
Jangan sampai integritas dikalahkan oleh politik yang sekarang sedang berkembang dengan saling menyakiti dan mempermalukan. (*)
Penulis adalah Wakil Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab Infobank